Semilir angin kini menghampiriku dengan aliran sungai yang setia disampingku saat aku melangkahkan kaki ini ke suatu tempat yang kutuju.Terlintas dipikiranku untuk berhenti sejenak di atas sebuah batu yang terlihat indah dari mata yang kecil ini. Batu itu seakan memanggilku dan menarik tubuh ini. Entah kenapa aku pun berjalan menuju batu itu dan meninggalkan tempat yang seharusnya aku tuju. Batu? mungkinkah itu batu ajaib? atau mungkin ada kejutan untukku saat aku di batu itu?
Tubuh ini ku lemahkan dari beban berat yang selama satu setengah tahun ini ku berjuang ditingkat remaja akhir. Saat ku tidurkan tubuh ini. Terlihat langit biru nan cerah dan dihiasi awan putih bergelombang. Akan tetapi, aku melihat sesuatu yang aneh dari arah barat langit itu. Gumpalan awan yang membentuk sebuah lafadz yang tak asing lagi dari pandanganku, yaitu lafadz Allah SWT. Apakah ini hanya kebetulan? apakah ini sebuah tanda kebaikan? ataukah ini sebuah keajaiban?. "Subhanallah, subhanallah, subhanallah," keluar dari mulutku sebuah ucapan akan keindahan dunia ini. Teringat suatu ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang keajaiban dunia ini,
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Tiadakah kamu cukup bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (Al Qur’an Surat Fushshilat (41) ayat 53)
”Sekiranya kami turunkan al Qur’an ini kepada sebuah gunung pasti
kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada
Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya
mereka berpikir” (Al Qur’an surat Al Hasyr (59) ayat 21)
Aku pun berfikir dan merenung kembali dari semua perbuatanku selama 5 tahun ini setelah masuk ke dalam umat yang baligh. Tanda lafadz Allah SWT di awan itu mengingatkanku akan aktivitas saat ku duduk di bangku sekolah menengah pertama. Berusaha menjadi orang baik adalah prinsipku saat itu. ingin memiliki apa yang aku inginkan dan apa yang aku butuhkan. Mulai dari melanjutkan sekolah sampai seorang penyemangat. Penyemangat?. Manusia di dunia di hantui oleh sebuah hawa nafsu yang sangat berbahaya jika kita tidak bisa melawannya. Merasa tidak ada beban, padahal Allah SWT menjadikan kita sebagai khalifah di dunia ini dengan segala cobaan dan ujian yang ada. Itulah yang aku dapat simpulkan dari kejadian 5 tahun lalu itu.
Sekolah Menengah Pertama?
Sekolahku adalah sekolah terbaik di desa itu dan sekolah yang sangat aku rasakan keindahannya pada masa itu. Ingin ku ukir dalam sebuah tembok emas besar semua kisah itu dan rasanya ingin aku membuat sebuah mesin waktu yang mampu kembali ke zaman itu. Zaman dimana sebuah api muda mulai membara. Zaman dimana sebuah tangisan bukan dicurahkan untuk ibu. Zaman dimana tawa dan canda memburu pikiran dan zaman dimana sebuah kata yang membuat perasaan berbunga-bunga. Kemarin, aku menulis sebuah cerita indah di atas aliran air yang mengalir dan entah kenapa tiba-tiba tintanya habis. Sedih. Sedih jika kurasakan betapa pentingnya cerita itu kini tak mampu aku lanjutkan kembali. Akan tetapi, aku berusaha untuk melanjutkan sebuah karya cantik itu. Akhirnya aku mengisi tinta itu dengan darahku sendiri, agar cerita itu semakin menyatu dengan tubuh ini.
"Ahh aku punya ide, aku isi saja pena ini dengan darahku", keluar ucapan dari mulutku yang terlihat begitu manis.
"Tapi aku takut semua ini hanya sia-sia", rasa takut pun muncul dari jiwa ini.
Takut akan sebuah ancaman terbesar dalam perjalanan ini. Perjalanan yang hanya secarik kertas atau hanya sedetik waktu pada jam di dinding. Akan tetapi, aku hanyalah manusia biasa di antara orang-orang biasa. Tetap ku tuliskan kembali cerita itu dengan perlahan-lahan dan hati-hati pada genangan air di depanku. Genangan air itu sangatlah bersahabat, tetapi sulit ku menulis di atasnya. Berusaha sekuat tenaga adalah caraku saat itu. Aku tetap berusaha menitikkan tinta itu di atas sebuah genangan air, tetapi tetap saja tiba-tiba tulisanku tidak tampak. Aku semakin bimbang dan bingung. Akhirnya kulirikkan mata ini ke belakang tubuhku. Terlihat ada air dangkal yang begitu jernih di seberang sana.
"Sepertinya ini pertanda kebaikan Allah SWT untukku", ucapku.
Aku pun berjalan ke arah air yang cantik itu, seketika ada rasa berat untuk meninggalkan genangan air yang tenang itu. Akan tetapi, aku harus kuat. Orang kuat seharusnya mampu melepaskan apa yang bukan menjadi miliknya dan berfikir maju ke depan. Ku pegang erat pena bertinta darah ini seakan-akan ini adalah pena yang sangat sangat berharga dari sisa hidupku ini. Sesampainya aku di air dangkal itu perasaan gugup dan dilema itu muncul kembali. Padahal ini air dangkal, tapi?. Entah apa yang kupikirkan, pena bertinta darah ini aku masukkan kembali ke dalam tas berwarna coklat dipunggungku. Aku pun pergi dan meninggalkan genangan air dangkal yang indah itu.
Waktu itu terasa cepat, air genangan dangkal yang indah itu selalu ada di saat aku lewat untuk melaksanakan shalat berjamaah di Masjid DKM Al Furqon. Tiap sore dan malam ku selalu melihat air itu. Seketika tingkah lakuku seperti tak biasa, ada rasa semangat karena dia dan ada rasa so keren karena dia. Dia?. iya, dia adalah air yang siap aku jadikan media untuk menulis cerita indah dengan sebuah tinta berdarah.
Ahh ternyata aku hanyalah orang yang lemah, penakut, pemalu, dan suka gugup. Akhirnya ku dekati kembali air itu dan kucoba ambil dengan kedua tangan. Ternyata tidak kusangka air itu membentuk sebuah kata yang tak biasa dan luar biasa. Sangat indah, membuat ku tersenyum, pipi merah, perasaan dag dig dug, dan saat ku disamping air itu terasa perasaanku tak tentu. Mungkinkah ini sebuah arti kata perasaan? apakah akan selalu begini? apakah ini akan berjalan lama? atau hanya angin segar saja?.
Setelah kejadian itu, tinta ku pun tertulis di air itu dengan diawali tulisan basmallah. Entah kenapa aku seperti orang dewasa yang siap akan sebuah janji suci padahal baru berumur 15 tahun. Alur cerita itu terbentuk sangat indah seperti patamorgana di sore hari dan seperti berjalan di atas pelangi. Akan tetapi, cerita itu tak membuat kegiatan awal ku terhenti. Kegiatan seperti anak remaja lainnya lakukan meskipun saat itu kegiatanku minoritas, hanya aku dan beberapa temanku yang melakukan kegiatan itu. Setiap terdengar adzan 5 waktu ku berangkat ke Masjid dan ku laksanakan shalat wajib itu. Setelah itu, aku pulang dan tidak lupa selalu lewat ke genangan air indah itu. Kadang saat ku lewat seperti aliran air, jika tidak ada batu atau pohon yang menghalangi air akan terus mengalir. Itulah aku.
Ceritaku tidak semenarik orang lain dan seberani orang lain. Aku hanya mengandalkan waktu sore dan malam untuk bersamanya. Tempatnya pun hanya di danau itu. Belum pernah keluar dari zona nyaman, karena aku orang yang lemah.
Setahun sudah cerita bertinta darah dalam air itu aku tulis. Banyak kenangan yang menjadi kesedihan juga kenangan yang tak dapat aku lupakan. Tinta ku tak dapat aku gunakan lagi untuk membangun sebuah cerita indah dan manis itu. Entah kenapa saat ku ingin menulis tidak ada tinta yang membekas di air itu. Saat itu aku harus keluar dari masa masa sekolah menengah pertama dan saatnya aku melanjutkan ke sekolah menengah atas. Aku merasa sedih dan kecewa, tapi aku sadar ini hanya sebuah ilusi dalam menjalani kehidupan baik itu sebuah cobaan atau sebuah pelajaran untuk menjadi lebih dewasa. Selain itu, sebuah pertemuan pasti akan ada perpisahan kecuali dia yang sudah ditentukan oleh Allah SWT atau sunnatullah untuk selalu bersama. Kita tidak akan pernah sadar dengan ketentuan-Nya di awal dan di tengah. Tapi kita akan tahu saat di akhir nanti. Ku percaya bahwa Allah SWT akan selalu memberikan yang terbaik untuk umat-Nya. Umat yang selalu memohon pertolongan dan permohonan akan kehidupannya di dunia serta akhirat nanti. Ilmu, jodoh, harta, saudara, orang tua yang baik akan Allah berikan untuk dia yang selalu berprasangka baik kepada Allah SWT.
Bersambung...
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Berdoalah kepada Allah dalam
keadaan kalian yakin akan dikabulkan (doanya)." (HR. Tirmizi dengan sanad
shahih)
NB: Diambil dari cerita pribadi (Nyata)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar