Kamis, 13 April 2017

Lika Liku Sang Remaja Akhir : Returns of Junior High School Story part 1


Terlihat awan yang membentuk lafadz Allah itu pergi dengan hembusan angin di udara. Ku mulai berdiri dari bayangan cerita dulu dan renungan di atas batu ini. Perasaanku kembali seperti biasa, seperti sesosok orang mulai dewasa. Ku angkat beban tubuh ini dari rebahan tidurku di atas batu sebelum ku berdiri. Sambil memegang kedua lutut dan melihat sekali lagi ke atas langit biru di atas batu, ku tersenyum dan merasa senang campur sedih. Sedih bukan karena kehilangan tapi karena indahnya cerita dulu yang masih sampai saat ini kurasakan. Sampai ku terbayang di saat melihat anak anak jaman sekarang mempunyai prilaku seperti ku dulu. “Hahhhh”, keluar hembusan perlahan udara dari mulutku setelah ku narik panjang napas.
Aku pun berdiri dan pergi melanjutkan perjalananku. Perjalanan yang akan selalu melengkapi kisah hidup ini.
“Batu terima kasih kau sudah mau menjadi tempat aku untuk membayangkan kisah dulu”, kalimat pamit dari mulutku terucap dengan begitu manis. Semanis madu seperti kisahku dengannya dulu.
Beberapa menit ku meninggalkan batu itu aku terdiam dan berkata, “eh kok aku lupa ya, tadi aku mau pergi kemana”, sontak ku terdiam bingung dengan tujuan awalku.
Akhirnya aku mengambil keputusan untuk pergi ke Masjid, karena waktu juga sudah menunjukkan pukul 11.40 WIB sebentar lagi akan berkumandang adzan dzuhur. Belum sampai masjid tiba tiba hujan turun dengan lebat, untungnya jarak aku dengan masjid hanya lima meter. Jadi, aku bisa menerobos rintikan hujan yang sangat rapat dengan berlari cepat. Adzan pun berkumandang dengan alunan adzan yang sangat merdu dari seorang mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Adzan itu mengingatkanku akan seorang teman kelas saat di bangku sekolah menengah atas dulu. Lutfi. Itulah sebuatan namanya.
“Dia itu … , tunggu. Sepertinya kalau bercerita tentang dia sambil membayangkannya seperti di atas batu tadi, aku akan ketinggalan shalat berjamaah awal waktu”, gumam dalam pikiranku.
“Ya sudah aku ambil wudhu. Cerita tentang dia nanti saja di lain waktu”, gumam dalam pikiranku lagi.
Shalat berjamaah itu pun aku lakukan dengan khusyu dan sebaik-baiknya. Seperti kata temanku, ‘Kamu akan merasakan shalat khusyu saat di antara waktu shalat sekarang dan sebelumnya tidak melakukan maksiat atau dosa’. Mungkin benar yang dikatakan temanku, itulah yang membuatku merasakan ke khusyuan di shalat dzuhur ini.
Dua puluh menit terlewati, aku pun pindah ke belakang lantai utama Masjid untuk beristirahat sambil bertilawah. Belum lama ku membaca Al quran (mushaf), ku merasakan rasa ngantuk yang besar. Terasa berat kelopak mata ini, apakah ini godaan setan?. Akan tetapi, aku tak mampu berpaling dari rasa ngantuk ini ku tertidur dengan memegang mushaf di dadaku. Tidurku sangat pulas sampai waktu tidak terasa sudah hampir masuk waktu shalat ashar.
Eh eh eh kok aku tertidur ya waktu itu. Terus ceritanya? Lanjutan cerita di batu? Siapa lutfi?. Oke fix berarti saat itu aku tidak membayangkan kisah saat masa masa remajaku dulu. Next.
Singkat cerita. Saat ku pulang ke rumah karena libur semester kuliah, aku mulai membayangkan kisah itu kembali. Sebuah genangan air dangkal indah sang penyemangat hidup kembali terbayang di dalam otakku. Aku pun ambil handphone dan segera membuka akun facebook untuk melihat kabarnya. Kabar tentangnya yang sampai pada telingaku beberapa tahun lalu sangat sedih, membuat aku merasa kasihan dan ingin menjadi seorang pahlawan seperti di film-film india. ‘Saat wanita itu sedang bete, sang kekasih melemparkannya ke dalam air padahal dia tidak mau melakukan itu dia hanya ingin diam dan duduk. Akan tetapi wanita itu pun sudah di dalam air kolam dengan ditertawakan oleh semua tamu pada saat itu. Seorang laki-laki pun yang sudah kenal dekat dengan dia turun ke air kolam itu dan melepaskan kemeja pelayannya untuk wanita di air kolam tersebut dan mengajaknya naik ke atas’. Itulah resume film india adegan tersebut. Terharu campur aduk saat itu, saat aku menonton film tersebut. Itulah tontonan jamanku dulu saat masa-masa sekolah menengah pertama. Mungkin ceritaku ingin menjadi pahlawan kurang lebih seperti film tersebut.
Sungguh disayangkan mendengar kabar tersebut. Kenapa harus berpisah seperti itu?. Aku coba cari di tempat pencarian, karena waktu itu teman di facebook ku banyak dan dia jarang aktif jadi sulit jika dicari di ‘Teman’. Aku ketik nama dia dan belum juga muncul. Aku ketik kembali dengan kunci nama yang lain. Akhirnya ketemu dan alhasil dia sudah tidak aktif beberapa bulan yang lalu. Postingan terakhirnya adalah ucapan selamat malam dan kata kata lain di ‘Beranda’ yang kulihat. Aku pun membuka ‘Foto’nya dan terlihat persis media untuk tulisan cerita ku dulu sama tidak ada perubahan. Perasaan tak jelas itu muncul kembali dan membuatku (diam, menarik napas, dan menghembuskan napas perlahan-lahan). Entahlah. Aku orangnya terlalu banyak di bawa perasaan. Kadang selalu ku pasrahkan keadaannya pada Allah SWT dan selalu mendoakannya untuk selalu sehat dan bahagia. Tapi, ya sudahlah dia sudah jadi milik orang lain. Masih banyak orang lain disana yang ku percaya akan lebih indah cerita nya, cerita hidup ini dengan seseorang di luar sana. Mungkin yang sering ketemu, teman dekat, teman dulu, teman yang akan datang, yang sering chatan, yang sering ngobrol dan selalu memberi semangat atau yang membaca cerita ini dan mengontak kamu. Bisa jadi dialah yang akan menjadi pengganti genangan air indah dan manis itu. Yang aku butuhkan hanyalah kepercayaan dan niat hanya untuk Allah SWT.
Selalu aku buka akun ‘Beranda’nya berharap sebuah kerang berisi berlian, tapi alhasil hanya kerang yang tak berisi dan bertuan. Sudahlah aku putuskan untuk tidak lihat akun facebook nya. Waktu pun semakin melaju dengan sendirinya, aku lepaskan genggaman tangan ini dari sebuah handphone yang sejak 2 jam aku pegang dan aku hiraukan semua yang ada di sekitar. Akan tetapi, tidak hanya berhenti disitu. Ternyata sebuah perasaan tidak dapat dipungkiri dan dibohongi, aku pun selalu melihat tempat genangan air indah itu setiap aku pergi ke Masjid Al Furqon maupun ke rumah teman. Kadang suatu ikatan itu sulit untuk dilepaskan. Kenapa?. Karena ikatan itu telah ditulis dalam sebuah doa yang senantiasa dilantunkan tiap bersujud dan menghadap-Nya. Sehingga tidak dipungkiri lagi aku selalu mengingatnya sampai saat ini. Mungkin ini suatu kesalahanku? Atau juga ini suatu ketentuan-Nya?.
Back to story in Junior High School 6 last ago. Setiap pagi ku siapkan segalanya untuk menjalani rutinitas seorang pelajar mulai dari sarapan, mandi, persiapan alat tulis sampai pakaian rapi dan bermodel seperti orang keren tapi tetap berpakaian disiplin karena aku juga di amanahkan sebagai ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah di SMP ku tercinta yang harus selalu rapi dan berwibawa. Itu semua berharap dia melihat ku dan tersenyum manis (Astaghfirullah).
Ku langkahkan kaki ini dengan sapaan pagi yang indah, terucap sebuah kalimat dan senyuman penyejuk hati saat ku mulai pergi. “Assalamu’alaykum”, terucap dari mulutku ucapan salam kepada nenek dan kakek yang setia menjagaku sampai menginjak umur belasan tahun. Tidak lupa sebelum ucapan itu terlontarkan, tangan kecil ini ku angkat dan ku ambil tangan nenek kakek sambil ku cium tangan mereka dengan berdoa dalam hati, ‘semoga aku mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan mampu membahagiakan mereka saat aku sukses nanti. Amiin’.
Tidak seperti orang lainnya, aku mungkin terbilang anak yang baik  dan sabar (bukan sombong yaa). Di saat mereka berangkat sekolah menggunakan kendaraan roda dua, aku berangkat menggunakan kaki yang tak beroda. Jadi, kecepatannya mungkin hanya beda 3 meter per langkah. Hmm. Tapi santai kaki ini lebih aman, kuat dan awet. Sesekali aku juga diajak oleh tetangga atau teman yang alhamdulillah se arah dengan jalan menuju sekolah ku. Langkah ini semakin melaju bersama detikan jam yang seirama dengan langkahku. Langkah menuju sebuah kesuksesan yang akan mengantarkanku kepada sebuah cahaya keindahan.
Kembali ke ‘dia’. Dia?. Iya, genangan air dangkal indah itu. Tinta darah ini semakin enak untuk ku tuliskan di atasnya. Saat ku tulis, seketika tintanya menyebar dan semakin bersatu. Pagi itu, entah kebetulan atau memang sehati ‘eeaa’, ku bertemu dengan dia saat aku berjalan bersama temanku. Akan tetapi, dia berjalan dengan cepat karena mungkin waktu udah mulai siang dan dia juga sudah ditunggu teman perempuannya. Jadi, aku mengerti dengan keadaannya dan membiarkannya berjalan terlebih dahulu. Biasa anak pengertian padahal dalam hati malu dengan teman-teman lain. Malu bukan karena jalan bareng dengannya tapi karena takut aku tak mampu berkata kata disamping dia. ‘Yaelah, gitu aja malu’. Jika ku kaji saat ini, malu saat kejadian tersebut merupakan suatu cara untuk menghindarkan dari rasa hawa nafsu karena masa-masa itu gangguan setan sangat kuat. Sehingga kalau kita tak mampu menahannya itu dapat membuat hal yang tidak diinginkan terjadi. So, aku selalu menjauh sementara di ruang publik dan keadaan tertentu.
Sesampainya di sekolah, pagi itu kegiatan rutin kami adalah senam pramuka. Saat itu senam pramuka rutin setiap hari selasa bergiliran dengan senam SKJ. Seorang pembantu guru yang mempunyai jabatan cukup tinggi di sekolah, aku dan teman OSIS memeriksa tiap kelas untuk memeriksa apakah para siswa sudah ke lapang semua atau belum. Sampailah di kelasnya, aku menanyakan dia pada temanya yang belum ke lapang, “Yuni sudah ke lapang?”. Temannya pun menjawab, “sudah kak”. “oke. Kamu juga cepat ke lapang ya. Senamnya sudah mau di mulai tuh”, jawabku sambil mengajaknya. Senam pun berlangsung dengan lancar, meskipun di daerah belakang para siswa yang so keren-keren dan sangar tidak mengikuti dengan baik senam pagi itu. Aku pun sensi dengan prilaku mereka yang tidak mau mengikuti senam padahal senam kan dapat membuat tubuh sehat. Betul gak?. Senam pun selesai pada pukul 7.30 an. Saatnya semua siswa untuk berbaris di depan kelasnya masing-masing dengan rapi sekaligus penyampaian informasi dari guru di kantor. Aku yang saat itu kebagian keliling memeriksa kerapihan siswa dan kelas bersama beberapa teman osis lainnya menemukan pakaian-pakain laki-laki yang belum dimasukkan celana dan juga sabuk yang tidak sesuai dengan SOP sekolah. Akhirnya kami suruh mereka memasukkan celananya dan mengambil sabuknya untuk diserahkan ke guru.
Sampai di kelas 8.A. Kelas dimana dia belajar, aku merasa kaget dan pipiku menjadi merah karena teman-teman perempuan dia mengucapkan kata ‘cieee’ bersamaan. Sontak aku semakin bertingkah dan senyum malu. Apalagi dia barisnya di depan sehingga tugasku memeriksa kerapihan siswa dan kelas menjadi tidak efektif. Akhirnya aku langsung berjalan ke kelas berikutnya. Sampai di kelas terakhir, aku dan temanku langsung menemui guru dan melaporkan mengenai hasil pemeriksaan yang kami lakukan. Karena tidak ada yang melakukan kesalahan yang berlebih, siswa pun diperbolehkan masuk dengan ditandai bunyi bel yang keras dari kantor. Kegiatan belajar mengajar pun berjalan dengan lancar. Tidak terasa waktu pulang menghampiri dan seperti melambai-lambaikan tangannya untuk menemani kami menuju rumah. Akhirnya bel pulang pun berbunyi seketika kelas yang tidak ada guru berhamburan keluar seperti terjadi gempa yang semua orang terlihat panik dan belari menuju tempat terbuka. Kegiatan belajar di kelas kami pun diakhiri oleh pak guru dan dipersilahkan untuk berdoa sebelum pulang. Setelah berdoa aku pun langsung pulang dan terlihat dia sudah berjalan dengan temannya untuk pulang lewat jalur yang berbeda. Aku pun membiarkannya lagi. Oh iya, kenapa dibiarkan?. Iya, aku takut guys. Takut dibilang ‘cieee’ dan dikata-katain lagi karena semakin banyak orang yang bilang begitu semakin takut aku bersama dia lagi khusunya di tempat publik atau banyak orang. Okelah. Aku pun pulang bersama teman-teman lainnya dengan penuh bekal ilmu yang didapatkan hari ini.
Ilmu yang mungkin kita tidak lihat dan berdampak hari ini secara langsung, tapi akan berdampak kelak nanti saat kau menikmati perjalanan lika liku menjadi orang sukses. Saat itulah dampak ilmu itu akan kamu rasakan. Ilmu yang ku dapatkan hari ini mungkin kebanyakan ilmu tentang dunia. Akan tetapi, ilmu dunia jika kita niatkan untuk mencari ridho Allah pasti akan menjadi penolongmu di akhirat nanti. Amiin yaa rabbal alamiin.
Seandainya keutamaan ilmu hanyalah kedekatan pada Rabbul ‘alamin (Rabb semesta alam), dikaitkan dengan para malaikat, berteman dengan penduduk langit, maka itu sudah mencukupi untuk menerangkan akan keutamaan ilmu. Apalagi kemuliaan dunia dan akhirat senantiasa meliputi orang yang berilmu dan dengan ilmulah syarat untuk mencapainya” (Miftah Daaris Sa’adah, 1: 104).

Bersambung...

Senin, 10 April 2017

Lika Liku Sang Remaja Akhir

Semilir angin kini menghampiriku dengan aliran sungai yang setia disampingku saat aku melangkahkan kaki ini ke suatu tempat yang kutuju.Terlintas dipikiranku untuk berhenti sejenak di atas sebuah batu yang terlihat indah dari mata yang kecil ini. Batu itu seakan memanggilku dan menarik tubuh ini. Entah kenapa aku pun berjalan menuju batu itu dan meninggalkan tempat yang seharusnya aku tuju. Batu? mungkinkah itu batu ajaib? atau mungkin ada kejutan untukku saat aku di batu itu?

Tubuh ini ku lemahkan dari beban berat yang selama satu setengah tahun ini  ku berjuang ditingkat remaja akhir. Saat ku tidurkan tubuh ini. Terlihat langit biru nan cerah dan dihiasi awan putih bergelombang. Akan tetapi, aku melihat sesuatu yang aneh dari arah barat langit itu. Gumpalan awan yang membentuk sebuah lafadz yang tak asing lagi dari pandanganku, yaitu lafadz Allah SWT. Apakah ini hanya kebetulan? apakah ini sebuah tanda kebaikan? ataukah ini sebuah keajaiban?. "Subhanallah, subhanallah, subhanallah," keluar dari mulutku sebuah ucapan akan keindahan dunia ini. Teringat suatu ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang keajaiban dunia ini,

"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Tiadakah kamu cukup bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (Al Qur’an Surat Fushshilat (41) ayat 53)

”Sekiranya kami turunkan al Qur’an ini kepada sebuah gunung pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir” (Al Qur’an surat Al Hasyr (59) ayat 21)

Aku pun berfikir dan merenung kembali dari semua perbuatanku selama 5 tahun ini setelah masuk ke dalam umat yang baligh. Tanda lafadz Allah SWT di awan itu mengingatkanku akan aktivitas saat ku duduk di bangku sekolah menengah pertama. Berusaha menjadi orang baik adalah prinsipku saat itu. ingin memiliki apa yang aku inginkan dan apa yang aku butuhkan. Mulai dari melanjutkan sekolah sampai seorang penyemangat. Penyemangat?. Manusia di dunia di hantui oleh sebuah hawa nafsu yang sangat berbahaya jika kita tidak bisa melawannya. Merasa tidak ada beban, padahal Allah SWT menjadikan kita sebagai khalifah di dunia ini dengan segala cobaan dan ujian yang ada. Itulah yang aku dapat simpulkan dari kejadian 5 tahun lalu itu.

Sekolah Menengah Pertama?

Sekolahku adalah sekolah terbaik di desa itu dan sekolah yang sangat aku rasakan keindahannya pada masa itu. Ingin ku ukir dalam sebuah tembok emas besar semua kisah itu dan rasanya ingin aku membuat sebuah mesin waktu yang mampu kembali ke zaman itu. Zaman dimana sebuah api muda mulai membara. Zaman dimana sebuah tangisan bukan dicurahkan untuk ibu. Zaman dimana tawa dan canda memburu pikiran dan zaman dimana sebuah kata yang membuat perasaan berbunga-bunga. Kemarin, aku menulis sebuah cerita indah di atas aliran air yang mengalir dan entah kenapa tiba-tiba tintanya habis. Sedih. Sedih jika kurasakan betapa pentingnya cerita itu kini tak mampu aku lanjutkan kembali. Akan tetapi, aku berusaha untuk melanjutkan sebuah karya cantik itu. Akhirnya aku mengisi tinta itu dengan darahku sendiri, agar cerita itu semakin menyatu dengan tubuh ini. 
"Ahh aku punya ide, aku isi saja pena ini dengan darahku", keluar ucapan dari mulutku yang terlihat begitu manis.
"Tapi aku takut semua ini hanya sia-sia", rasa takut pun muncul dari jiwa ini.
Takut akan sebuah ancaman terbesar dalam perjalanan ini. Perjalanan yang hanya secarik kertas atau hanya sedetik waktu pada jam di dinding. Akan tetapi, aku hanyalah manusia biasa di antara orang-orang biasa. Tetap ku tuliskan kembali cerita itu dengan perlahan-lahan dan hati-hati pada genangan air di depanku. Genangan air itu sangatlah bersahabat, tetapi sulit ku menulis di atasnya. Berusaha sekuat tenaga adalah caraku saat itu. Aku tetap berusaha menitikkan tinta itu di atas sebuah genangan air, tetapi tetap saja tiba-tiba tulisanku tidak tampak. Aku semakin bimbang dan bingung. Akhirnya kulirikkan mata ini ke belakang tubuhku. Terlihat ada air dangkal yang begitu jernih di seberang sana. 
"Sepertinya ini pertanda kebaikan Allah SWT untukku", ucapku.

Aku pun berjalan ke arah air yang cantik itu, seketika ada rasa berat untuk meninggalkan genangan air yang tenang itu. Akan tetapi, aku harus kuat. Orang kuat seharusnya mampu melepaskan apa yang bukan menjadi miliknya dan berfikir maju ke depan. Ku pegang erat pena bertinta darah ini seakan-akan ini adalah pena yang sangat sangat berharga dari sisa hidupku ini. Sesampainya aku di air dangkal itu perasaan gugup dan dilema itu muncul kembali. Padahal ini air dangkal, tapi?. Entah apa yang kupikirkan, pena bertinta darah ini aku masukkan kembali ke dalam tas berwarna coklat dipunggungku. Aku pun pergi dan meninggalkan genangan air dangkal yang indah itu.

Waktu itu terasa cepat, air genangan dangkal yang indah itu selalu ada di saat aku lewat untuk melaksanakan shalat berjamaah di Masjid DKM Al Furqon. Tiap sore dan malam ku selalu melihat air itu. Seketika tingkah lakuku seperti tak biasa, ada rasa semangat karena dia dan ada rasa so keren karena dia. Dia?. iya, dia adalah air yang siap aku jadikan media untuk menulis cerita indah dengan sebuah tinta berdarah. 

Ahh ternyata aku hanyalah orang yang lemah, penakut, pemalu, dan suka gugup. Akhirnya ku dekati kembali air itu dan kucoba ambil dengan kedua tangan. Ternyata tidak kusangka air itu membentuk sebuah kata yang tak biasa dan luar biasa. Sangat indah, membuat ku tersenyum, pipi merah, perasaan dag dig dug, dan saat ku disamping air itu terasa perasaanku tak tentu. Mungkinkah ini sebuah arti kata perasaan? apakah akan selalu begini? apakah ini akan berjalan lama? atau hanya angin segar saja?. 

Setelah kejadian itu, tinta ku pun tertulis di air itu dengan diawali tulisan basmallah. Entah kenapa aku seperti orang dewasa yang siap akan sebuah janji suci padahal baru berumur 15 tahun. Alur cerita itu terbentuk sangat indah seperti patamorgana di sore hari dan seperti berjalan di atas pelangi. Akan tetapi, cerita itu tak membuat kegiatan awal ku terhenti. Kegiatan seperti anak remaja lainnya lakukan meskipun saat itu kegiatanku minoritas, hanya aku dan beberapa temanku yang melakukan kegiatan itu. Setiap terdengar adzan 5 waktu ku berangkat ke Masjid dan ku laksanakan shalat wajib itu. Setelah itu, aku pulang dan tidak lupa selalu lewat ke genangan air indah itu. Kadang saat ku lewat seperti aliran air, jika tidak ada batu atau pohon yang menghalangi air akan terus mengalir. Itulah aku.
Ceritaku tidak semenarik orang lain dan seberani orang lain. Aku hanya mengandalkan waktu sore dan malam untuk bersamanya. Tempatnya pun hanya di danau itu. Belum pernah keluar dari zona nyaman, karena aku orang yang lemah. 

Setahun sudah cerita bertinta darah dalam air itu aku tulis. Banyak kenangan yang menjadi kesedihan juga kenangan yang tak dapat aku lupakan. Tinta ku tak dapat aku gunakan lagi untuk membangun sebuah cerita indah dan manis itu. Entah kenapa saat ku ingin menulis tidak ada tinta yang membekas di air itu. Saat itu aku harus keluar dari masa masa sekolah menengah pertama dan saatnya aku melanjutkan ke sekolah menengah atas. Aku merasa sedih dan kecewa, tapi aku sadar ini hanya sebuah ilusi dalam menjalani kehidupan baik itu sebuah cobaan atau sebuah pelajaran untuk menjadi lebih dewasa. Selain itu, sebuah pertemuan pasti akan ada perpisahan kecuali dia yang sudah ditentukan oleh Allah SWT atau sunnatullah untuk selalu bersama. Kita tidak akan pernah sadar dengan ketentuan-Nya di awal dan di tengah. Tapi kita akan tahu saat di akhir nanti. Ku percaya bahwa Allah SWT akan selalu memberikan yang terbaik untuk umat-Nya. Umat yang selalu memohon pertolongan dan permohonan akan kehidupannya di dunia serta akhirat nanti. Ilmu, jodoh, harta, saudara, orang tua yang baik akan Allah berikan untuk dia yang selalu berprasangka baik kepada Allah SWT.

Bersambung...
 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Berdoalah kepada Allah dalam keadaan kalian yakin akan dikabulkan (doanya)." (HR. Tirmizi dengan sanad shahih)

NB: Diambil dari cerita pribadi (Nyata)