Hai bradsis fillah ! Semoga semuanya dalam keadaan sehat wal afiat. aamiin ..
Berbicara mengenai bencana mari kita bahas sedikit dari sudut pandangan islam dan sains. Bagaimana sains mampu menjelaskan realitas di lingkungan dengan tujuan memperkuat dalam sudut pandangan islam.
Sebelumnya mari kita doakan untuk saudara-saudara kita yang ada di Sumatera terutama di Aceh, Tapanuli Tengah, dan Sumatera Barat mudah-mudahan para korban banjir bandang segera diketemukan dan bagi keluarga yang ditinggalkan semoga diberikan ketabahan dan kekuatan selain itu semoga Alloh swt mengganti rezeki bangunan dan barang lainnya yang terbawa banjir bandang dengan yang lebih baik. Aamiin Yaa Rabbal Alamiin.
Allah subhanawata'ala berfirman dalam Q.S. Al Baqarah ayat
155-157 dan Q.S. Ar Rum ayat 41.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(155) (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun (seusngguhnya kami milik Allah dan sesunnguhnya kami sedang menuju kemabali kepada-Nya) (156) Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (157)” (QS. Al Baqarah ayat 155-157)
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Ar-Rum ayat 41)
Perlu kita pahami dari sudut yang berbeda. Bahwa bencana alam bukan hanya akibat dari salah satu pihak ataupun pihak lain. Dari ayat di atas Alloh subhanawata’ala sudah mengingatkan bahwa itu merupakan sebuah ujian atau cobaan bagi orang-orang yang beriman. Dan itu harus kita yakini bahwa hidup di dunia ini bukan hanya semata bahagia karena harta, jabatan, dan lainnya, tapi juga tentang bagaimana kita merespon ujian yang Alloh berikan baik dari sedikit ketakutan, kelaparan, dan kekurangan harta. Ketakutan disini bisa kita maknai dengan begitu luas. Bisa takut akan masa depan, takut kondisi saat ini, takut tidak bisa makan, tidak bisa minum, ataupun takut akan bencana alam. Dengan demikian, hal pertama yang perlu kita lakukan terkait dengan kondisi kita saat ini yaitu meyakini bahwa ujian akan datang dan kita harus bersiap diri dengan ujian tersebut.
Tapi jangan risau bradsis fillah ! di saat kita sudah mengetahui akan ujian yang Alloh berikan maka di ayat berikutnya dalam QS Al Baqarah 156-157, ketika kita mendapatkan ujian atau cobaan tersebut maka kita diperintahkan untuk membaca doa istirja’ yaitu "Inna lillahi wainna ilaihi raji'un (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami hanya kepada-Nyalah dikembalikan). Disana titik balik penghambaan kita akan sang Pencipta, bahwa sesungguhnya kita hanyalah makhluk lemah dan perlu diingatkan oleh sang Pencipta yaitu Alloh Subhanawata’ala. Terlebih lagi akan ujian yang dibuat oleh akibat kita sendiri. Seperti dalam QS. Ar Rum ayat 41 bahwa kerusakan di bumi baik di darat dan di laut itu pasti ada akibat dari campur tangan manusia dan sebagai dampaknya kita harus merasakan akibat kerusakan tersebut. Mau tidak mau. Itu sudah pasti. Jadi jangan berharap kita merasakan tenang hidup di dunia di saat kita selalu melakukan kerusakan. Misalnya membuang sampah sembarangan, menggunakan kendaraan berbahan bakar yang dapat merusak lapisan ozon, dan menebang pohon sembarangan tanpa ada reboisasi. Malahan dampak yang lebih menyayat lagi ialah orang yang sudah berlaku baik tidak melakukan kerusakan, dia menerima dampak dari orang lain yang melakukan kerusakan. Itu yang perlu kita pikirkan juga. Bahwa hidup di dunia ini bukan hanya sekedar urusan pribadi tetapi juga urusan orang lain. Apa yang kita lakukan maka akan berdampak untuk kita dan yang lain, begitu juga sebaliknya. Maka yang perlu dilakukan ialah tetap saling mengingatkan untuk menjaga lingkungan secara lokal maupun nasional.
Baik bradsis fillah. Berbicara mengenai bencana alam sebagai bagian dari cobaan atau ujian yang Alloh subhanwata’ala berikan untuk kita. Terutama yang saat ini sedang terjadi di pulau Sumatera. Kita harus melihat sudut pandang dari realita di lapangan. Bahwa sebuah bencana pasti ada penyebabnya. Kita sudah tahu penyebabnya pasti ada campur tangan dari manusia baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Baik ulah manusia yang berkaitan dengan musibah tersebut maupun ulah manusia yang memungkinkan terjadinya musibah tersebut. Itu tidak bisa kita pungkiri. Itulah pentingnya kita bermuhasabah diri dan mengevaluasi diri sendiri, tanpa harus membicarakan masalah orang lain. Karena sejatinya manusia itu makhluk yang selalu luput dari rasa salah dan juga perusak. (QS Al Baqarah ayat 155)
Bencana yang saat ini melanda daerah di Indonesia yaitu di daerah Aceh, Tapanuli Tengah, dan Sumatera Barat merupakan bencana banjir bandang. Menurut Yulandari et al (2022) Banjir bandang merupakan bencana yang terjadi pada kawasan aliran Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan kecepatan aliran yang dapat merusak daerah yang dilaluinya. Biasanya ini terjadi pada daerah yang dilalui aliran sungai yang cukup besar dan deras. Selain itu, dilihat dari harian Kompas bahwa adanya banjir bandang dan longsor sekaligus sehingga membuat aliran air sungai menjadi dangkal dan longsor merusak area di sekitarnya. Banjir pun sangat tinggi. Ini bisa diibaratkan dengan banjir akibat jebolnya bendungan, sehingga membuat area di depannya hancur luluh lantah hanya dalam hitungan menit. Masih di hasil penelitian Yulandari et al (2022) kejadian banjir bandang pernah terjadi di Solok Selatan – Sumatera Barat. Empat kecamatan yaitu koto pariak gadang diateh, sungai pagu, sangir dan pauh duo, karena tinggi dampak intensitas hujan dalam jangka waktu lama di solok selatan menyebabkan nagari seribu rumah gadang dilanda bencana banjir dan longsor secara bertubi-tubi dan meluapnya air sungai-sungai kecil di daerah setempat yang mengakibatkan salah satu jembatan ambruk di sungai pangkua, ada 11 nagari di 3 kecamatan terdampak banjir bandang dan longsor. 1.706 kepala keluarga atau 8.809 jiwa terdampak banjir bandang, dan merendam 1.952-unit rumah, 18 rumah mengalami rusak berat, 5 rumah rusak sedang dan 3-unit rumah rusak ringan. Banjir bandang ini tidak hanya merusak rumah warga, tetapi juga merusak fasilitas publik seperti dua kantor, tujuh unit sekolah, lima rumah ibadah, dua irigasi, dan merusak 60-meter badan jalan, tetapi juga menghanyutkan harta benda dan meluluhkan lahan pertanian di kawasan itu (BPBD). Banjir bandang tidak terlepas dari aktivitas tambang ilegal yang aktif beroperasi di beberapa kecamatan di Nagari Saribu Rumah Gadang. Setidaknya terdapat puluhan aktivitas tambang ilegal yang masih aktif di Kecamatan Koto Parit Gadang Diateh (KPGD), Sangir, Sangir Batanghari, dan Sungai Pagu.
Begitu menyeramkannya akibat dari banjir bandang. Dari penelitian tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa banjir bandang dapat diakibatkan oleh 2 hal yaitu intensitas hujan yang tinggi dan gundulnya hutan akibat illegal loging. Dua hal ini bisa memicu banjir yang datang secara tiba-tiba di daerah aliran sungai. Apalagi menurut BMKG bahwa adanya siklon tropis di daerah tersebut mengakibatkan intensitas hujan yang seharusnya berlangsung dalam 1 bulan menjadi 1 hari.
Bradsis fillah ! Dalam ilmu sains dijelaskan bahwa salah satu fungsi dari akar pohon yaitu untuk meningkatkan penyerapan air di dalam tanah. Air yang diserap ini digunakan untuk proses pembentukan makanan (senyawa glukosa). Proses pembentukan ini melalui proses reaksi senyawa air dengan karbondioksida sehingga menghasilkan senyawa glukosa dan oksigen, dibantu dengan sinar matahari (fotosintesis). Selain itu, akar pohon juga mempunyai fungsi untuk mempertahankan struktur tanah dalam artian sebagai pengikat tanah. Sehingga kemungkinan banjir bandang dan longsor itu dapat diatasi atau diminimalisir. Jenis pohon untuk menahan longsor antara lain bambu, akar wangi (vetiver), mahoni, sengon, trembesi, jati, pinus, dan gamal. Pohon-pohon ini dipilih karena memiliki sistem perakaran yang kuat dan rapat untuk mengikat tanah serta kemampuan menyerap air yang baik untuk mengurangi risiko erosi dan longsor.
Pepohonan di hutan dan pegunungan menjalankan fungsi ekologis yang tidak dapat digantikan oleh komponen lain dalam lanskap alami. Sistem perakaran yang dalam dan luas menstabilkan tanah, mengurangi erosi, serta menahan longsor pada wilayah bertopografi curam. Kanopi yang rapat mengatur intensitas cahaya yang mencapai lantai hutan dan menjaga kelembapan mikrohabitat. Fungsi fungsi ini memungkinkan terciptanya ekosistem yang stabil, mendukung keberlanjutan siklus biogeokimia, serta menyediakan habitat kritis bagi berbagai organisme (Chazdon, 2008; Bruijnzeel, 2004).
Selain stabilitas fisik, pepohonan merupakan pengatur hidrologi yang sangat efektif. Intersepsi hujan oleh daun, infiltrasi air melalui akar, dan pelepasan uap air melalui transpirasi membentuk pola aliran air yang lebih lambat dan merata. Efeknya adalah pengurangan risiko banjir di dataran rendah dan peningkatan ketersediaan air sepanjang tahun, termasuk pada musim kemarau. Hutan pegunungan secara khusus dikenal sebagai “menara air” (water towers) karena peran vitalnya dalam memasok air bagi wilayah hilir (Poorter et al., 2016; Bonan, 2008).
Dari perspektif perubahan iklim, pepohonan berperan sebagai penyerap karbon yang efisien melalui proses fotosintesis dan penyimpanan biomassa dalam jangka panjang. Hutan pegunungan bahkan memiliki laju serapan karbon yang relatif tinggi karena stabilitas suhu dan rendahnya gangguan antropogenik. Selain itu, keanekaragaman hayati yang dipertahankan melalui keberadaan pepohonan mendukung ketahanan ekosistem terhadap tekanan iklim dan gangguan lingkungan. Dengan demikian, pepohonan tidak hanya berfungsi pada tingkat lokal, tetapi juga memiliki dampak global terhadap mitigasi perubahan iklim (Pan et al., 2011; Phillips et al., 2009).
Dengan demikian, pentingnya kita untuk menjaga kelestarian ekosistem hutan. Selalu berfikir akan dampak dengan apa yang akan dilakukan oleh kita terhadap lingkungan. Jangan pernah serakah apalagi tidak memikirkan kondisi orang lain dari dampak yang kita berikan. Tetap selalu menjadi pengingat akan hal kebaikan. Karena hal baik tentu akan menghasilkan kebaikan pula. Setiap kejadian apapun yang terjadi di sekitar kita itu pasti tidak jauh dari apa yang telah dilakukan oleh kita ataupun orang lain. Untuk itu, tetap mendekatkan diri kepada sang Pencipta, jaga lingkungan, dan saling berintropeksi diri akan perlakukan kita terhadap tetangga maupun lingkungan sekitar. _RL_
Sumber :
Yulandari, D.F., Juita, E., Ulni, A.Z.P. (2022). Analisis kerentanan bencana banjir bandang di Solok Selatan. Jurnal Multidisiplin Indonesia, 1(3), 938-943.
https://nasional.kompas.com/read/2025/12/01/15570891/bmkg-ungkap-penyebab-banjir-sumatera-curah-hujan-bulanan-tumpah-dalam-satu
Bonan, G. B. (2008). Forests and climate change: forcings, feedbacks, and the climate benefits of forests. Science.
Bruijnzeel, L. A. (2004). Hydrological functions of tropical forests: not seeing the soil for the trees? Agriculture, Ecosystems & Environment.
Chazdon, R. L. (2008). Beyond deforestation: restoring forests and ecosystem services on degraded lands. Science.
Pan, Y. et al. (2011). A large and persistent carbon sink in the world’s forests. Science.
Phillips, O. L. et al. (2009). Drought sensitivity of the Amazon rainforest. Science.
Poorter, L. et al. (2016). Biomass resilience of Neotropical secondary forests. Nature.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar